Membangun Pariwisata Beradab dikawasan BOPUNJUR

GAMBARAN UMUM :
BOPUNJUR merupakan kawasan pariwisata yang SANGAT dikenal luas baik dari dalam maupun dari luar negeri; Ke-elokan puncak dan hawa sejuknya telah menghantarkan kawasan ini menjadi primadona wisatawan domistik maupun manca negara untuk berkunjung bahkan tidak sedikit kalangan pengusaha men-investasikan modalnya membangun sarana penunjung seperti hotel, restoran dll.
Jikalau kita saat ini menelusuri kawasan BOPUNJUR mulai dari keluar tol gadog hingga perbatasan wilayah kabupaten Bogor saja, bagi yang mengenal benar kawasan Bopunjur akan sangat terasa BEDA-nya; Bopunjur kini bukanlah Bopunjur yang dulu lagi, Bopunjur kini seperti perawan desa yang kehilangan kehormatannya, jika di lihat tampak masih indah tapi jika dirasakan tak ada lagi saripati keindahan yang bisa dibanggakan.
Sebagai pusat kunjungan wisata di kawasan Bopunjur adalah di puncak, pada tahun 1970-an hingga 1980-an masih terasa keasrian saripati keindahannya, yaitu;
Bilamana kita menelusuri sepanjang jalan raya puncak mulai dari Ciawi, Gadog, Cipayung, Cilember, Leuwimalang, Kopo, Cisarua, Cibeureum, Tugu Utara & tugu Selatan; Kendati masih jauh dari pusat kunjungan wisata PUNCAK, sepanjang jalan yang dilalui di dominasi dengan barisan pohon-pohon yang rindang menyambut dan seakan menghantarkan setiap wisatawan yang datang;
Riakan kali Ciliwung manakala melintasi jembatan gadog, seakan turut menyambut mengucapkan “selamat datang” dan air jernihnya seperti lambaian tangan penyambutan.
Semakin dekat ke pusat kunjungan wisata PUNCAK, kita se-akan disambut dengan sentuhan kabut putih yang memanjakan dan memeluk kita diantara jalanan yang berliku sehingga siapapun yang merasakannya pada saat itu, sudah PASTI akan merasa rindu untuk kembali menikmati nuansa alam nan asri “
Bagaimana dengan Bopuncur era 1990 hingga saat ini…?
Sejalan dengan perkembangan pembangunan, di kawasan Bopunjur selain terdapat objek wisata yang terjadi secara alami juga terdapat objek-objek wisata yang merupakan bagian dari perkembangan pembangunan dan dibawah ini adalah sarana objek wisata yang terdapat di kawasan Bopunjur:
Wilayah Kabupaten Bogor
  • Taman Safari Indonesia
  • Wisata Agro Gunung Mas
  • Telaga Warna
  • Panorama Alam Riung Gunung
  • Curug Cilember
  • Taman Bunga Melrimba
Wilayah Kabupaten Cianjur
  • Kebun Raya Cibodas
  • Istana Kepresidean Cipanas
  • T.N. Gunung Gede Pangrango
  • Wanawisata Mandalawangi
  • Makam Dalem Cikundul
  • Taman Bunga Nusantara
  • Wisata Tirta Jangari/Calincing
AREA KAWASAN BOPUNJUR :
Kawasan Bopunjur merupakan perlintasan regional yang menghubungkan wilayah Barat Jawa Barat ( Bandung – Jakarta ) dan menurut Kepress 114/1999, kawasan Bopunjur meliputi 22 kecamatan yaitu :
Empat belas (14) kecamatan di Kabupaten Bogor yaitu, Ciawi, Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Sukaraja, Parung, Kemang, Gunung Sindur, Cisarua, Megamendung, Bojonggede, Ciseeng, Babakan Madang dan Ranca Bungur.
  • Tiga (3) kecamatan di Kabupaten Cianjur yaitu : Cigenang, Pacet, dan Sukaresmi
  • Tiga (3) kecamatan di Kecamatan Depok yaitu : Cimanggis, Sawangan dan Limo
  • Dua (2) kecamatan di Kabupaten Tanggerang yaitu : Ciputat dan Pamulang
Total luas kawasan Bopunjur 52.470,14 Ha yaitu di Kabupaten Bogor seluas 24.549 Ha dan di Kabupaten Cianjur 27.921 Ha.
Kawasan Bopunjur selain dibatasi oleh batasan Administratif juga dibatasi oleh batas DAS termasuk pada 4 DAS yaitu DAS Ciliwung, Cisadane, Cidurian dan Kali Bekasi.
KONDISI WILAYAH BOPUNJUR
Iklim
Curah hujan dalam kawasan Bopunjur berkisar 2.428 – 4.053 mm/th dan Temperatur rata-rata harian minimum 14,8  C dan maksimum 26,6  C , berdasarkan klasifikasi iklim dari Schmidt dan Ferguson termasuk pada iklim A (sangat basah) dan B (basah).
Topografi dan Tanah
Topografi di kawasan Bopunjur sangat bervariasi dari bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng 15 - > 45 %.
Sifat fisik tanah di kawasan Bopunjur termasuk dalam kelompok tanah residu dengan ketebalan lebih dari 0,5 m, serta tanah peka terhadap erosi.
Tutupan Lahan Bopunjur wilayah kabupaten Bogor
Kecamatan
Luas (Ha)
Ciawi
7.460
Megamendung
6.012
Cisarua
4.825
Total
18.297
Debit
Intensitas curah hujan memiliki korelasi yang positif terhadap terjadinya peningkatan aliran limpasan (run off), yang dapat meningkatkan volume serta fluktuasi debit sungai.
ANALISIS PERMASALAHAN BOPUNJUR
Bopunjur sebagai kawasan pariwata yang juga memiliki fungsi ganda yaitu sebagai kawasan resapan air, sepertinya di salah artikan oleh banyak pihak terutama pemerintah daerah, karena perkembangan pembangunan yang nampak disepanjang jalan raya puncak & sekitarnya, tidak mencerminkan bahwa pemerintah daerah memiliki arah kebijakan yang jelas dalam melakukan tata ruang di kawasan BOPUNJUR walaupun sudah adanya kepres RI no. 3 tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan antara Jakarta – Bogor - Cianjur dan sebenarnya perhatian pemerintah tentang peran dan fungsi kawasan puncak telah ada sejak terbitnya Kepress tersebut. Pada saat itu antisipasi perkembangannya sudah menjadi perhatian karena keberadaan Puncak sangat strategis, baik dari segi keindahan alam, dan iklimnya yang sejuk, namun juga merupakan perlintasan regional yang menghubungkan wilayah Barat Jawa Barat ( Bandung – Jakarta ).
Kepres tersebut seyogyanya menjadi titian berpijak dalam menyikapi dan membuat kebijakan-kebijakan pembangunan kawasan Bopunjur sehingga ada kesinambungan kebijakan antara pemerintah pusat & daerah yang bermuara seutuhnya untuk kepentingan public khususnya masyarakat setempat.
Entah apa yang menjadi pertimbangan pemerintah daerah, pada kenyataannya pembangunan di kawasan Bopunjur tidak terkendali, perizinan begitu mudah dibuat seperti ada diantaranya; Diatas perbukitan Desa Kopo bagian barat daya (Cijulang) yang berbatasan dengan RW.01 Dusun I Desa Cipayung, banyak berdiri bangunan permanent yang kian hari kian bertambah dan dapat dipastikan tidak lagi mengindahkan kepres tentang bopunjur.
Sehingga adanya Ketidak sesuaian antara pemanfaatan lahan baik pada kawasan budidaya dan kawasan lindung terhadap kondisi fisik di lapangan menyebabkan terjadinya penyimpangan peruntukkan lahan yang berujung kepada menurunnya fungsi lahan tersebut. Menurunnya fungsi lahan dari segi ekologis sering berdampak negatif yaitu terjadinya kerusakan lahan seperti erosi, banjir , tanah longsor, dll.
Kita juga dapat lihat di wilayah Desa Megamendung, sudah sejak lama banyak berdiri dengan megah villa-villa orang ternama, juga di sekitar puncak wilayah Desa Tugu Utara, tidak sedikit villa-villa berkeliaran tanpa aturan dan hampir disetiap Desa di kecamatan Cisarua maupun Kecamatan Megamendung pohon-pohon beton tumbuh dengan suburnya.
Jikalau dilihat dari sudut pandang kepentingan rakyat jangka pendek, pembangunan fisik semacam itu tidak dipungkiri berdampak baik karena paling tidak, bisa menyerap tenaga kerja, daerah-daerah terpencil yang selama ini terkucil mejadi mudah dijangkau karena adanya sarana transportasi sehingga arus komunikasi serta ekonomi bisa berkembang pesat dll; Namun, dibalik itu semua sebenarnyalah pola pembangunan yang berkembang selama ini justru jika kita fikirkan secara matang, maka yang ada bukan kebaikan malah sebaliknya keterpurukan, kenapa demikian…?
Kawasan Bopunjur selain kawasan pariwisata juga sebagai kawasan resapan air, dapat dipastikan fungsi resapannya memburuk karena pohon-pohon ditebang, pembangunan tidak memperhatikan tata ruang yang semestinya ada;
Mentalitas masyarakat menjadi mentalitas kuli, tanah / sawah / ladang yang seyogyanya menjadi asset / harta / investasi yang bisa dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dijual dan pada akhirnya uang hasil penjualannya pun habis karena sejak kecil pada umumnya masyarakat tidak terbiasa bagaimana mengelola uang justru lebih terbiasa bagaimana mengelola sawah / ladang;
Kultur budaya masyarakat bagai berada diujung tanduk, pengaruh budaya asing yang merusak mentalitas masyarakat secara sistimatis mengikis dan masyarakat pun terbawa arus; Narkoba & miras merajalela, PSK berkeliaran, citra buruk pun terhadap masyarakat setempat menjadi perhiasan memalukan;
Masyarakat asli desa lari mengejar impian di kota-kota, sementara masyarakat kota justru mencari desa untuk memanfaatkan potensi ke asrian alamnya;
Tata ruang kawasan Bopunjur tidak teratur, nilai estikanya tidak mencerminkan sebuah kawasan pariwisata sehingga jika dibiarkan kondisi ini terus berlanjut, tidak mustahil kawasan Bopunjur berubah status dari kawasan pariwisata & resapan air menjadi kawasan bencana & sumber banjir;
Jalan Raya Puncak menjadi jalur MACET karena disepanjang tepian jalan banyak dibangun warung-warung / bangunan liar tanpa izin berdiri dilahan milik umum sehingga banyak terdapat titik pemberhentian, sementara ruas lebar jalan tidak pernah bertambah justru menyempit;
Kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukung kegiatan pembangunan di kawasan ini masih bersifat sektoral, kebijakan dari Pusat, Propinsi dan dari Kabupaten. Kebijakan menggunakan pendekatan administratif dan tidak ada koordinasi antar stakeholder menyebabkan kerusakan lahan di kawasan Bopunjur terus terjadi.
Dari aspek alamnya sendiri kawasan Bopunjur sangat rentan terhadap kerusakan lahan. Curah hujan yang tinggi (> 3000 mm/thn) dengan kemiringan lereng cukup berat (> 40%) dan tanah peka terhadap erosi, ditambah pemandangan alam yang bagus dan suhu udara yang sejuk (20-25C) m, serta mempunyai potensi pariwisata yang Semuanya ini menyebabkan potensi kerusakan lahan sangat besar.
Meskipun sudah banyak peraturan yang mengatur dan menata kawasan Puncak), namun kerusakan lahan tetap terjadi, hal ini disebabkan karena kebijakan yang memayungi kebanyakan adalah kepress, sementara Keppress tidak mengatur unsur sangsi terhadap pelanggaran yang terjadi pada kawasan yang diatur tersebut. Unsur penegakan aturan atau hukum baru muncul pada peraturan daerah. Untuk wilayah Kabupaten Bogor baru ada pada tahun 1993 yaitu yang diatur melalui Perda No. 5/tahun 1993 tentang : RDTR kawasan Puncak serta Perda No. 23 dan 24 /tahun 2000 tentang Retribusi IMB dan Ijin mendirikan bangunan. Bahkan berdasarkan UU No. 24 / Th.1992 tentang penataan ruang maka Perda No. 5/ Th. 1993 sudah harus direvisi, karena sudah 10 tahun.
Sudah ada tindakan pengendalian bangunan di kawasan Bopunjur yang diatur dalam SK Bupati tentang pembentukan tim penertiban dan pengawasan bangunan di kawasan Pariwisata Puncak seharusnya dapat mengendalikan kerusakan lahan.
REFORMASI LINGKUNGAN :
Kata reformasi seyogyanya tidak sekedar hiasan untuk menina bobokan para pejuang demokrasi front pembela kepentingan public, melainkan harus menjadi bingkai dari semua aspek kebijakan pembangunan nasional dari berbagai sector, termasuk bagaimana kita bisa membangun wilayah baik secara fisik maupun non fisik agar membawa kemaslahatan bagi mayoritas ummat dan menyelamatkan kehidupan fi dunia wal akherat.
Gerakan reformasi yang ingin Saya ketengahkan adalah “Membangun Pariwisata Beradab di Kawasan Bopunjur” yang bermuara pada perubahan tata ruang untuk memberi ruang kehidupan dan penghidupan dengan nuansa nilai-nilai surgawi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
Review seluruh kebijakan pejabat public melalui dialog secara intensif dengan para tokoh pemerhati lingkungan;
Sosialisasikan semua ketentuan terkait dengan masalah lingkungan (BOPUNJUR) kepada segenap lapisan masyarakat melalui pola-pola regenerasi kader-kader konsevasi alam secara terus menerus, sedikinya setiap bulan harus melahirkan kader-kader dan jadikan kader-kader tersebut sebagai kekuatan bola salju yang mampu memberi tekanan secara moral terhadap hama-hama kebijakan lingkungan;
Kembalikan semua lahan-lahan terutama tanah yang berstatus “Milik Negara” (Tanah garapan) kepada masyarakat untuk di olah kembali sebagai lahan pertanian/perkebunan dibawah pembinaan department terkait dan harus dibentuknya komunitas petani penggarap tanah Negara untuk dan atas nama siapapun yang memiliki hak garap atas tanah tersebut;
Bongkar seluruh bangunan-bangunan komersial dan atau bangunan-bangunan permanent di atas lahan yang merupakan sumber resapan air; Termasuk keberadaan warung-warung / jongko-jongko pinggiran jalan yang menempati lahan milik orang lain;
Prioritasikan semua kesempatan usaha / lapangan kerja terhadap masyarakat asli setempat dengan pola pembinaan keterampilan sesuai bidang usaha / pekerjaan yang ada;
Untuk menunjang kelancaran lalu lintas khususnya pada hari libur dan atau menjelang hari libur, perlu adanya penjadwalan terutama bagi kendaraan milik pribadi dengan konsep trie in one sehingga tidak perlu lagi diberlakukan one way

Tidak ada komentar: