ONE WAY pada dasarnya bertujuan
mengurai kemacetan dari padatnya arus kendaraan yang bermuara untuk kepentingan
masyarakat secara umum; Sejalan dengan perkembangan pembangunan di kawasan
puncak, kebijakan one way yang dimulai sekitar akhir tahun 1989 (27 tahun lalu)
dari tahun ketahun menunjukkan progress report negative dengan indicator kemacetan bukan semakin terurai tetapi kemacetan
semakin berantai.. artinya harus ada upaya untuk membuat kebijakan yang
sesuai dengan kondisi saat ini selain one way.
DR. Ir. Hj. Syarifah Sofiah
D, M.Si dalam disertasinya di IPB berjudul “Model Kebijakan Pengelolaan Pariwisata
yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor”,
berpendapat “...perlu adanya kebijakan pembatasan jumlah kendaraan ke arah
Puncak …” pendapat ini merujuk pada hasil survey data primer (traffic
counting/TC) yang dilakukan oleh DLLAJ pada tahun 2001, volume lalu lintas di
jalan raya Puncak rata-rata adaah 28.800 kendaraan perhari atau sekitar 1.200
kendaraan perjam. Pada tahun 2009 dilakukan kembali survey data primer di pos
pengamatan Ciawi dengan hasil rata-rata jumlah kendaraan yang melintas adalah
sebanyak 39.564 kendaraan perhari atau 1.649 kendaraan perjam; Bagaimana jika survey
dilakukan pada tahun 2016? Estimasi perhitungan dari selisih koperatif survey
tahun 2001 dan 2009 maka hasilnya sejumlah 48.983 kendaraan perhari yang
melintas atau 2.041 kendaraan perjam; Jika hasil survey tahun 2009 sudah
direkomendasikan untuk mencari model lain selain one way, apalagi jika merujuk
pada hasil survey di tahun 2016, semestinya one way tidak lagi diterapkan untuk
mengurai masalah kemacetan.Selanjutnya,
ditambahkan;
”…model transportasi
massal lebih efektif dalam mengurai kemacetan Kawasan Puncak dibandingkan
dengan metoda one way (buka tutup jalur) yang diterapkan selama ini; …untuk
wisatawan yang hendak mengunjungi kawasan puncak yaitu menggunakan transportasi
massal berupa bus pariwisata, train, monorel dan lain-lai; Untuk warga setempat
yang berdomisili di kawasan puncak, bisa menggunakan tanda khusus di
kendaraannya sehingga diperbolehkan melintas, sedangkan untuk pengendara yang
hanya lewat kawasan puncak menuju Cianjur, Bandung dan sekitarnya dapat menggunakan
jalur alternatif puncak II,”
Dari uraian diatas kendati
merupakan gagasan yang penerapannya perlu proses relative panjang, tetapi jika
sejak awal pemerintah terkait menunjukkan ada keseriusan mengatasi masalah
macet di kawasan puncak, tentu bukan hal mustahil gagasan dimaksud bisa
diwujudkan pada masa sekarang karena di sampaikan lima tahun lalu; Walau
demikian hasil penelitian ini setidaknya menjadi sumbangsih berharga sebagai
bahan kajian semua pihak terkait, terlebih bagi pemangku kebijakan untuk
dipertimbangkan dimasa yang akan datang karena tidak mungkin dapat dilaksanakan
dalam jangka pendek.
Prolog Review Kebijakan One Way |
Tokoh Masyarakat (LSM/Ormas/Komunitas) Pemerhati Kawasan Puncak |
1. Waktu
Pelaksanaan One Way seringkali tidak konsisten, one way tidak jarang dilaksanakan
bersifat situasional sehingga sangat merugikan masyarakat tidak dapat
menyesuaiakan dengan aktivitasnya masing-masing, diantara masyakarat pada saat
“one way” ada yang sakit tapi tidak bisa segera di bawa ke rumah sakit, ada
yang melaksanakan kegiatan keramaian (nikahan/khitanana/Hari2 besar agama dll) menjadi
tidak maksimal undangan/jamaah terhambat/tidak datang, aktivitas harian seperti
bekerja, belanja, anak-anak bersekolah juga menjadi terhambat, serta beragam
keluhan masyarakat lainnya; Semestinya setiap kebijakan yang menyangkut hajat
hidup orang banyak harus di sosialisasikan dan bukan kebijakan yang bersifat
situasional karena berlangsung ber jam-jam adakalanya lebih dari 8 jam, selain
itu setiap kebijakan harus terukur analisisnya terutama nilai manfaat bagi
masyarakat luas jang terkesan justru subjektifitas bagi kepentingan kelancaran
aktivitas bisnis sejumlah pengusaha seperti taman safar karena kebijakan one
way seiring sejalan diawalinya operasional taman safari.
2. Polantas
kurang sigap tidak berada disetiap titik rawan kemacetan dan diduga terdapat
oknum polantas memanfaatkan situasi untuk menjual jasa pengawalan (foreder)
sehingga patut di duga pula kemacetan yang terjadi diciptakan oleh oknum
polantas tersebut untuk kepentingannya, keberadaan polantas lebih sering
terpusat di beberapa titik seperti Taman Wisata Matahari (TWM) dan simpang
Taman Safari Indonesia (TSI); Semestinya setiap petugas harus selalu siaga
disetiap titik rawan macet yang tersebar di sepanjang jalan sebagaimana
dilakukan jika akan ada pejabat yang terhormat mau melintasi kawasan puncak, setiap
titik rawan kemacetan di pagar betis sehingga semua lancer.
3. Tukang
Parkir mengatur lalu lintas disetiap titik rawan kemacetan tidak dibekali
pengetahuan yang memadai dihawatirkan hanya berorientsi pada upah tanpa
memperhatikan kepentingan / keselamatan berlalulintas; Keberadaan tukang parkir
penting karena faktanya polantas tidak selalu siaga pada saat masyarakat
membutuhkan. Oleh karenanya jika polantas merasa tidak cukup personil untuk
memenuhi harapan masyarakat, maka keberadaan tukang parkir harus terkordinasi
dan diberdayakan dengan diberikan pelatihan yang memadai juga uniform yang
jelas sehingga keberadaannya bisa menjadi petugas batuan poliisi (Banpol) resmi
serta memiliki surat tugas.
4. Msyarakat
lokal terpenjara karena laju kendaraan saat one way berlangsung pada umunya
relative cepat sehingga untuk mencari ruang bagi masyarakat yang hendak
menyebrang relative sulit dan harus menunggu berjam-jam yang sangat melelahkan,
selain itu membahayakan kendaraan bermotor yang masih dapat melawan arus; One Way menjadi sebuah kebijakan yang
dirasakan memenjarakan masyarakat akibatnya melahirkan kebencian teramat dalam
baik bagi para wisatawan penikmat pelayanan secara tidak langsung dari para
pengusaha objek wisata (di duga berkordinasi dengan polantas) maupun kepada
petugas polantas dilapangan yang taunya hanya menjalankan perintah atasan. Para
pejabat terkait harus peka menyikapi hal ini, jangan menilai bahwa kawasan
puncak aman, justru sebaliknya ada BOM waktu yang siap memporak porandakan
semua pihak yang telah menganiaya hak masyarakat berlalu lintas.
5. Jalan
Alternatif:
ü Lintas Selatan (Jalan Cikopo Selatan) merupakan akses alternative yang digunakan masyarakat saat diberlakukan one way tetapi selain masalah kondisi jalan yang rusak kurang perhatian pemerintah, juga disepanjang jalan banyak pungli - pungli tanpa ada nilai jasa yang diberikan untuk menunjang kelancaran lalu lintas; Kondisi ini harus di sikapi pihak POLANTAS berkordinasi dengan babinsa / babinmas / satgas di masing - masing desa / keluarahan yang dilewati akses alternative agar dapat menjaga ketertiban dari prilaku warganya yang melakukan pungutan liar, selain itu juga para pengguna angkot yang melewati jalan alternative harus membayar lebih dari Ciawi – Cisarua dari rata-rata hanya 7 ribu rupiah bisa mencapai minimal 15 ribu rupiah per penumpang, hal inipun tidak boleh lepas dari perhatian polantas berkordinasi dengan berbagai pihak terkait jangan sampai memberatkan masyarakat yang tertindas kebijakan one way.
ü Lintas Utara (dari keluar pintu tol sentul, sukaraja / Ds.Gn Geulis, Ds.Pasir Angin, Ds,Cipayung Girang, Ds,Megamendung, Ds.Cilember dan seterusnya) merupakan akses yang juga dapat digunakan tetapi hanya kendaraan tertentu saja bisa melewati karena medan jalan yang terjal perlu adanya perbaikan dengan betonisasi agar dapat digunakan oleh semua jenis kendaraan; Selain itu akses jalan lintas utara mempunyai potensi untuk dijadikan jalan utama kedua relative masih memungkinkan dapat di lebarkan karena NJOP disepanajang jalan tersebut lebih murah kisaran puluhan ribu rupiah dibanding akses jalan utama bisa lebih dari 1 juta rupiah.
ü Alternatif lain keluar dari pintu tol ciawi / gadog (sekitar SPBU), terdapat banyak yang menawarkan untuk jadi pemandu jalan melalui lintas lingkungan masyarakat Gadog Pandansari / Cibalok keluar di Gadog Pandansari, kondisi ini mengganggu masyarakat yang dilewati karena terjadi penumpukan kendaraan dan jalanan tersebut tidak layak untuk dijadikan alternative dengan arus kendaraan yang relative padat; Prilaku pemandu tersebut secara jelas terang benderang di lakukan di jalan tol terlihat oleh petugas POLANTAS di pos jaga polisi persimpangan keluar tol ciawi dan gadog tetapi terkesan ada pembiaran sehingga merugikan pengguna jalan, seharusnya petugas polantaslah yang memberikan arahan petunjuk - petunjuk bagi pengguna jalan untuk memanfaatkan jalan alternative.
6.
Kerugian Ekonomi:
ü Kerugian BBM (bahan Bakar Minyak) saat berhenti kendaraan masih mengonsumsi bbm untuk menjaga mesin dan AC tetap menyala, merujuk estimasi analisis 2016 per jam 2.041 kendaraan, rata-rata one way minimal 3 jam dalam sehari setiap hari minggu/hari libur minimal dua kali one way, pada hari sabtu juga diberlakukan sama dua kali one way rata-rata 3 jam, jika di setahunkan (12 bulan) 576 jam/tahun, total kendaraan yang berhenti akibat kebijakan one way 1.175.616 kendaraan/ahun; Pada saat berhenti mengkonsumsi asumsi minimal 1,2 liter BBM/jam (rata-rata jenis kendaraan 1000 cc) senilai Rp.5.241.178.275.840/tahun, jika di asumsikan 10% kendaraan di ruas lawan arus yang tidak memanfaatkan jalan alternative dan terjebak macet sepanjang waktu one way maka kerugian masyarakat pengguna jalan sejumlah Rp.524.117.827.524 /tahun.
ü Kerugian Nilai Waktu atau value of time (VoT) Nilai waktu perjalanan ke tempat tujuan dapat diartikan sebagai besarnya produktifitas kerja seseorang; Jika rata-rata terdapat dua orang per kendaraan yang terjebak macet akibat one way, maka kerugian waktu dengan tolok ukur Upah Minimum Kabupaten Bogor dihitung sesuai upah / jam kerja senilai Rp. 14.615.288.112.000/tahun; Jika di asumsikan 10% kendaraan di ruas lawan arus yang tidak memanfaatkan jalan alternative dan terjebak macet sepanjang waktu one way maka kerugian masyarakat pengguna jalan sejumlah Rp. 1.461.525.811.200/tahun.
ü Kerugian LAIN2, sikologis, kesehatan,
v Menurut studi yang dipimpin oleh Profesor Psikologi dan Perilaku Sosial, Susan Charles, kekesalan yang dihadapi setiap hari akibat terjebak macet dapat menumpuk terus-menerus dan menyebabkan masalah kejiwaan di kemudian hari. Data Midlife Development dan National Study of Daily Experiences di Amerika Serikat, yang melibatkan pria dan wanita usia 25-74, menunjukkan masalah kejiwaan ternyata tidak hanya disebabkan oleh masalah besar, tetapi juga pengalaman emosional sehari-hari.v Masalah pernafasan salah satu dampak bahaya macet yang paling nyata dirasakan. walaupun sudah memakai masker, asap / bau polusi masih saja menyerang dan masuk ke saluran pernafasan. Zat – zat berbahaya dari asap kendaraan pastinya akan membuat alur pernafasan tercemari dan terganggu dll.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan one way adalah kebijakan dalam mengurai kemacetan yang GAGAL tetapi masih
dijadikan langkah strategis bagi SATLANTAS POLRES Bogor untuk mengurai kemacetan, hal ini menunjukkan
dugaan masyarakat semakin kuat jikalau kebijakan one way merupakan kebijakan
titipan sposor ship bagi kepentingan pelaku usaha di kawasan puncak, karena
faktanya dari tahun ketahun tidak menunjukkan progres postif dan tidak ada
upaya-upaya kreatif lain yang di gagas.
Bilamana kebijakan one way dipaksakan tetap dilaksanakan, maka kebijakan one way harus diarahkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat tidak lagi ada kompormi dengan alasan apapun, tidak ada lagi ada pengawalan jika perlu termasuk pejabat sekalipun bilamana benar-benar one way bertujuan mengurai kemacetan karena pengawalan-pengawalan hanya membuat kemacetan beratai terkecuali ambulance.
Para aktivis berfoto bersama Wakil Ketua DPR-RI, KAPOLRES dan Ketua DPRD Kabupaten Bogor |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar